Tante Ngentot Sama Anak Ingusan Part 2

mesumsexindo -  Cerita ini adalah sambung dari (Tante Ngentot Sama Anak Ingusan Part 1) Sebelum nya Selamat menikmati lanjutan cerita kisah nyata ini !!!

Kalau sekarang, masa masih nafsu juga? Aku khan sudah membukit kayak gini..”

Eki blingsatan.'

“Sekarang masih iya..” jawabnya sambil membetulkan celana.
“Idiiih…. mana, coba lihat?” godaku.



Wah, kok sudah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku.

Eki sudah menurunkan semua celananya. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny. Tempikku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes aku pegang kontol Eki.

“Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetaran.
“Iya, bu.. mau banget!”

Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera tempikku terpampang jelas di depan Eki. Rambut hitam tempikku serasa sangat kontras dengan kulit putihku. Segera kubimbing kontol anak itu ke dalam lobang tempikku. Eki mengerang pelan, matanya terbeliak melihat kontolnya pelan-pelan masuk ditelan oleh tempikku.


Ohhhh…. Buuu…” desisnya.

Bless!! Segera kontol itu masuk seluruhnya ke dalam lobang tempikku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang kecil itu.

“Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar,” perintahku.
"I-iya, Bu..” erangnya. Eki mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja
pelan-pelan

kuremas kontol itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya.

“Ohhh…” Eki mengerang sambil mendongak ke atas.

Kubiarkan dia merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Eki menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan diri. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu dan kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya.

“Hssh..” kami berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah.

Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu semakin ambles ke dalam tempikku.

“Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku.

Eki mulai memaju-mundurkan pantatnya. Kontolnya walaupun kecil, kalau sudah keras ternyata begitu nikmat sekali di dalam tempikku. Aku mengerang-erang sekarang. Tempikku sudah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu. Aku mengarahkan tangan Eki untuk

meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku karena takut akan
menyakiti kandunganku. Ohhh… aku sudah sangat bernafsu!

Sekitar 15 menit Eki memaju-mundurkan pantatnya. Aku tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa.

“Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Eki terdiam dengan tetap menancapkan kontolnya dalam lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn…” kataku terengah-engah. Sambil tetap membiarkan kontolnya di dalam mtempikku, aku memeluk

pria kecil itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa menit sambil berpelukan. Kontol Eki masih keras dan tegang di dalam tempikku.

“Ndun, pindah ke kamar yuk,” ajakku.

Eki mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak dari orgasme yang menggebu-gebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu, membawanya ke kamarku.

Di dalam, aku meminta dia melepaskan bajuku karena agak repot melepas baju muslim panjang ini. Di mdepan pemuda itu aku kini telanjang bulat. Eki juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat kontolnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasur, lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan kontolnya ke tempikku. Kali ini aku yang menggenjotnya mmaju mundur. Tangan Eki meremas-remas susuku. mOhh, nikmat sekali.

Kontol kecil itu benar-benar hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor sedikit pun. Aku sengaja mmemutar-mutar pantatku supaya kontol itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembaliorgasme, bahkan sampai dua kali lagi. Orgasme ketiga aku sudah didera kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang kontolnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku.

“Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya?”
“Gak papa, Bu…” jawabnya pelan.

Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Eki. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam tempikku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.

“Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…” bisikku.

Eki mengangguk. Kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Tempikku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi tempikku, Eki juga membiarkan kontolnya tersimpan rapi mdalam tempikku. Karena kelelahan, aku tertidur dengan sebatang kontol ada di dalam tempikku.

Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan kontol Eki masih tertanam dalam-dalam, ketika jam 1 malam tibatiba mhapeku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Eki masih menatap wajahku sambil membiarkan mkontolnya diam dalam lobangku.

“Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas kontolnya dengan
tempikku.

“Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Eki

Tanpa merubah posisi aku meraih hp yang ada di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas
Prasetyo:


“Hai Say, udah bobok? Kalau belum, aku pengen telp.”

Segera setelah kubalas sms, Mas Prasetyo menelponku. Aku menerima teleponnya sambil berbaring dan
membiarkan kontol Eki tetap berada di dalam tempikku.

“Hei… Sorii ganggu, udah bobok belum?” tanyanya.
“Gak papa, Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku.
“Lusa, Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?”
“Hmmm…. “ aku agak menggeliat.


Eki memajukan pantatnya, takut lepas kontolnya dari lobangku. Aku meletakkan jariku di bibirnya agar dia
tak bersuara. Eki mengangguk sambil tersenyum.

“Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen, mas…”
“Sama.. pengen nih,” kata suamiku.
“Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal.
“Mana aja boleh,”
“Nih, pakai mulutku aja. Udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihi…” godaku.
“Aduh, Dik. Aku lagi di kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku.
Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami.
“Kocok aja, Mas. Aku juga mau,” kataku manja.


Kemudian aku menggeser Eki agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke
Eki,


“Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar ya. Sekuat-kuatnya!”


Eki mengangguk. Aku lalu menjawab telepon suamiku lagi,

“Ayo, mas, buka celananya..” Aku mengambil cd milikku yang ada di samping ranjang lalu kujejalkan ke
mulut Eki.


Eki tahu maksudku agar dia tidak bersuara.

“Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..”

Sambil menjawab mesra, aku menekan pantat Eki agar segera memaju-mundurkan kontolnya dalam tempikku. Eki segera membalasnya dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya. Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan pemuda abg itu.

Ohhh, Ya Tuhan. Bagai kesetanan, Eki menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku.

“Mas, aku masturbasi kesetanan ini… pengen banget! Kamu kocok kuat-kuat yaaa… ahhhhh!!”
“Iyaah… oohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nih…. ohhhhh!!” erang suamiku.

Tak kalah hebatnya, Eki terus menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan kontol Eki.

Benar-benar gila malam ini. Aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Eki. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Eki seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan. Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap
suara.

Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Eki untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan.

Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Eki dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar.

Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya.

Di kamarku, Eki masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan untuk kontolnya yang masih tumbuh. Kubiarkan kontol pemuda itu mengobok-obok tempikku.

Tiba-tiba kudorong Eki, sehingga lepas kontol dari lobangku. Ohhh, lenguhnya kecewa. Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur dan aku segera menungging di depannya. Eki tahu maksudku. Dia segera mengarahkan kontolnya ke tempikku. Tapi segera kupegang kontol itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku! Mungkin di sanalah kontol Eki akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan.

Eki sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya kontolnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat kontol Eki. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Eki menunggu dengan kontol yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Eki, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang
pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku. Eki mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil diterobosnya.

“Ohhhhh…” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang kontol itu menyusup di lobang yang
sempit itu.
“Aaughhh…” Eki mengerang keras. Setengah perjalanan, kontol itu berhenti. Baru separo yang masuk. Eki
terengah-engah, begitu juga aku.
“Pelan-pelan, Ndun…” bisikku.

Eki memegangi bongkahan pantatku dan kembali menyodokkan kontolnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk dalam lobang pantatku. Ohhh, Tuhan… rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan. Aku mengerang.

Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang kontol itu. Setelah itu Eki mulai memaju-mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan.

Beberapa saat kemudian, Eki mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat,

tapi karena sangat sempit, genjotannya jadi tidak bisa lancar. Kemudian, ohhhhhhhh…

Eki memuncratkan spermanya dalam pantatku!! Crooooott… crooooott… crooooott…

Aku tersungkur dan Eki terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami samasama terengah-engah dan didera kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Eki yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam.

Esoknya, aku bangun jam 6 pagi. Eki masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci pintu kamar. Mbok Imah, tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak, sudah terdengar suaranya di belakang.

Oh.. apa yang sudah kulakukan tadi malam? Aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Eki benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama ,telanjang.

Aku lihat si Eki masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.

“Ndun, bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku.

Eki nampak kaget dan segera duduk.

“Oh, Bu.. maaf, aku kesiangan.” katanya gugup.
“Gak papa, Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam.” Kami berpandangan.
“Maaf, Bu. Aku benar-benar tidak sopan,”
“Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama. Aku yang salah, Ndun.” bisikku pelan.

Eki menatapku,

“Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan.
“Ndun, kamu punya pacar?”
“Belum, bu,”
“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa soal kita,”
“Iya, bu, gak mungkinlah,”
“Aku takut kamu rusak karena aku,”
“Gak kok, Bu. Aku sayang sama Ibu.”
“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya,” kataku khawatir.
“Tidak, Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh kan?” katanya pelan.

Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak ini.

“Aku juga sayang kamu, Ndun. Sini Ibu peluk.”

Eki mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil ini. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya.

Aku lihat kontol anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan. Aku berpikir cepat, karena pagi ini Eki harus sekolah, aku harus segera

menuntaskan ketegangan kontol itu.

Maka aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Eki lewat cermin, aku menyuruhnya,


“Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi kontolmu ke pantat Ibu.”

Eki buru-buru melumasi batangnya. Aku menyorongkan bongkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muka dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sanasini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi.

“Cepat, Ndun, nanti kamu terlambat sekolah,” perintahku.

Sambil memeluk perutku, Eki mendorong kontolnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana
mukaku terlihat sangat bernafsu dan juga muka Eki yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo, Ndun, sodok yang kuat!”
“I-iya, Bu..”
“Terusss… lebih cepat!”

Sodokan-sodokan Eki semakin bersemangat. Lobang pantatku semakin elastis menerima batang imutnya. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Eki membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.

“Ohhh…” Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari kontolnya.

“Udah, Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya,” kataku sambil tersenyum.

Eki mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Eki ada di ruang tamu. Aku suruh si Eki tunggu di kamar, sementara aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Eki yang tadinya nampak panik, kini berubah tenang.

Setelah memakai celananya, Eki kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja. Setelah itu dia pamit pulang.

Aku sendiri segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa msesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku.

Sorenya Eki kembali main ke rumah. Dia sudah sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami.

Malam itu Eki tidur lagi di kamarku. Mas Prasetyo baru pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1, aku suruh Eki untuk segera tidur. Aku khawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.

“Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku setelah kami selesai ronde ke tiga. Kami berpelukan dengan
mesra di tengah ranjang.

“Biasa aja, Bu.

“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?”
“Iya, Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang.”
“Aku takut menganggu sekolahmu,”
“Gak kok, Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran,”
“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu.”
“Iya, Bu.”
“Besok Mas Prasetyo pulang, kamu gak bisa nginap disini,”
“Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini,”
“Yee…. maunya. Ya, gak papa,” kataku sambil mencubit pinggangnya.
“Aku mau jadi pacar Ibu,”
“Lho, aku khan sudah bersuami?”
“Ya gak papa, jadi apa saja deh,”
“Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”
“Iya, Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja juga mau,”
“Idihh.. ya udah, bobok yuk!” kataku kelelahan. Kami tidur berpelukan sampai pagi.

Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Eki. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Eki sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan kontol kecil anak ini. Padahal aku sudah punya kontol yang jauh lebih besar dan tersedia untukku.

Bayangkan, beda usiaku dengan Eki mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Eki bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Eki semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat.

Aku selalu mengingatkan Eki untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Eki semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi eksklusif milik Eki, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Eki dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu
kalau pantatku sudah dijebol oleh Eki.

Lama-lama aku khawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Eki kalau dia minta lobang pantatku. Eki sih oke-oke saja.

Dia juga khawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.

Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan.

Mungkin karena masih masa pertumbuhan dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan kontol Eki juga mengalami pembesaran. Kontol yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti kontol imut pada waktu pertama kali masuk ke tempikku, tapi sudah menjelma menjadi kontol dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari kontol Eki. Kekuatan kontolnya juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku.

Karena perutku semakin membesar, aku jadi sering memakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena bawaan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila

Waktu ibu Eki mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Eki. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Karena keluarga Eki termasuk keluarga yang terpandang di desa

kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah
Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Eki.

Acara pengajian dan keberadaan Mas Prasetyo di rumah membuat kesempatanku bertemu dengan Eki menjadi sangat terbatas. Sudah lama Eki tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Eki. Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Eki untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya mkesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide

Sorenya, segera kutelepon Eki menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp,
apalagi untuk urusan Eki.

“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Veronika. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua?”
“Oh, Bu Veronika. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya, bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih,”
jawab Bu Ro.
“Iya, beres, Bu. Saya sama Bu Anjar sudah janjian setelah maghrib langsung kesitu. Eki ada, Bu Ro?”
“Ada, Bu, sebentar ya,”

Setelah Eki yang memegang telepon, aku segera bilang: “Ndun, nanti malam kamu pake celana yang bisa
dibuka depannya ya,” kataku pelan

“Iya, Bu,” jawab Eki agak bingung.
“Terus kamu pakai kondom kamu…

Eki mengangguk lagi, dan telepon segera kututup.

Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran. Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT. Aku memakai kerudung, dengan baju atasan longgar yangmenutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa ,dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku.

Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cd-ku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Eki.

Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku melihat Eki dan memberinya kode untuk mengikutiku.

Eki beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun, demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan.

Kta sini aja, Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana,” kataku pada Bu
Anjar.
“Gak papa, Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar.
“Iya, ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho

Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ,ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku.

“Bu, monggo kalau mau duduk,” tawarnya padaku.
“Wah, gak usah, Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja,” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Eki yang ,sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.

Akhirnya Eki tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Eki, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Eki dengan segera berdiri tepat di belakangku.

Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Eki. Eki tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada kontol Eki yang sudah tegang di balik celananya.

Aku berbisik pada Eki, “Buka, Ndun. Udah pakai kondom?”

Eki mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan  pantat. Eki nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku.

Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp… masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Eki masuk ke dalam baju kurungku sambil mengelus-elus perutku. Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju-mundurkan. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadari. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu ,mtetanggaku, sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesakdesakan.

Sekitar satu jam Eki memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba tempikku berkedut-kedut, pengen ikut mdisodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih menunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar kontol Eki dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang tempikku. Eki mengerti. Lalu, bless… dengan lancarnya kontol itu masuk ke tempikku dari arah belakang.

Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu. Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah ,mmulai berkunang-kunang penuh kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Eki semakin ngos-ngosan.

Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Eki juga kemudian memuncratkan maninya dalam tempikku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu.

Setelah agak reda, aku mendorong Eki dan mengeluarkan kontolnya. Cepat-cepat Eki memasukkan kembali ke dalam celana, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ,ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Eki sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Eki untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat ,kami setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Baca Juga : Mama Begitu Nakal Bermain Seks Dengan Anak Sendiri